Untuk Sang Pemilik Mata Yang Berbinar Untukku
“Anakku
tercinta,…hati dan pikiran ibu selalu bersamamu…maafkan kedatangan ibu
ke rumahmu dan telah membuat ketakutan anak-anakmu.”
L
|
aki-laki itui tertegun
setelah membaca sepucuk surat ini. Pikirannya melayang, menghampiri
kenangan yang telah dialaminya. Ia teringat saat anak-anaknya ketakutan
dan mengadu kepadanya karena saat itu di rumahnya kedatangan tamu yang
hanya memiliki satu mata saja. Kemudian ingatannya mengembara lebih jauh
lagi, kembali ke masa kecilnya. Ia terkenang saat teman-teman
SD-nyabmengejek, “huuuu….ibumu anya mempunyai satu mata!”. Karena ejekan
itu ia menjadi malu , sangat malu, bahkan ia pernah menyatakan
kekesalannya pada Ibunya, “ Ibu, Ibu hanya membuat diriku menjadi bahan
tertawaan teman-temanku sja, aku sangat malu, ibu!!!”. Dengan nada yang
keras ia mengucapkan ini. Saat itu, sang Ibunya hanya diam saja, tidak
menjawab. Perjalanan waktu menghantarkan laki-laki tadi menuju
kesuksesan, dengan tetap membawa rasa malu karena mempunyai ibu yang
hanya memiliki satu mata, ia pergi ke kota, bekerja keras, bisa menikah,
berkeluarga dan mempunyai beberapa anak. Suatu saat, ia mendspatkan
undangan resmi reuni SD. Ia ingin sekali mendstsnginys. Entah kenapa,
sebelum dating ke reuni, ia memutuskan untuk menengok rumahnya yang
dulu, yang sudah sangat lama ia tinggalkan. Ternyata rumah itu kosong,
tiada siapapun disana. Laki-laki tadi tidak merasakan sesuatu yang aneh,
ia bahkan tidak merasakn kehilangan apapun hingga ada tetangganya yang
dulu menghampiri sambil memberikan kepadanya sepucuk surat yang
bertuliskan,
“Anakku tercinta,…hati dan
pikiran ibu selalu bersamamu…maafkan kedatangan ibu ke rumahmu dan telah
membuat anak-anakmu takut. Ibu sangat gembira saat mendengar kamu akan
dating ke acara reuni. Tapi mungkin ibu tidak bisa menemuimu karena
untuk bangun dari tempat tidurpun ibu tak mampu. Maafkan jika sepanjang
hidup ibu telah berulang kali membuatmu malu.
Tahukah
kamu….ketika kamu masih kecil, kau mengalami sebuah kecelakaan dan
kehilangan sebelah mata. Sebagai seorang ibu, aku tak bisa melihatmu
tumbuh dengan satu mata. Oleh
karena itu, kuberikan satu mataku untukmu….aku sangat bahagia dan
bangga putraku bisa melihat seisi dunia dengan mataku…teriring cinta
….Ibumu….”
Hatinya menggelegar, perasaannya mengharu
biru dan membuatnya tidak kuasa berdiri lagi, lututnya tertekuk, bahunya
bergetar. Embun itupun menetes dari matanya, menetes dari mata yang
bukan miliknya, dari mata seseorang yang telah merelakan untuk
kehilangan sebelah matanya demi kebahagiaan sang anak agar tetap bisa
berbinar dengan kedua matanya…Untuk sang pemilik mata yang berbinar
untukku.
Binar
mata itu selalu terkenang, ketika dulu engkau memeluk diriku, menatapku
begitu dalam dengan mata yang berbinar, indah, meneduhkan. Kemudian
engkau kecup keningku, dan mengatakan, “ Alhamdulillah Nak, tetap
belajar yang rajin ya….!” Engkau mengatakan itu sambil memberikan
senyuman khas dari dirimu. Entah kenapa saat itu kedamaian meresap di
hatiku. Belaian lembutmupun baru kurasakan indahnya saat ini. Saat aku
merindukan untuk merebahkan kepala di pangkuanmu. Tanpa kuminta, engkau
membelai lembut kepalaku. Dan saat itu, kadang aku melihat mulutmu
seperti mengatakan sesuatu. Dan baru kusadari bahwa saat itu engkau
ternyata sedang mendoakan diriku. Di setiap binar indah mata, hangatnya
pelukan, damainya senyuman, lembutnya belaian yang engkau berikan untuk
diriku senantiasa teriring doa untuk kebahagiaanku.
Untuk sang pemilik mata yang berbinar untukku,
Karena doamu pula, saat ini aku semakin paham tentang ajaran agamaku, tenang indahnya Islam ini.
“
Dan Kami perintahkan kepada manusioa (berbuat baik) kepada kedua orang
Ibu-Bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang
bertyambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaKu
dan kepada dua orang ibu-bapakmu, hanya kepaKulah kembalimu”. (
Luqman:14)
Dari ayat ini semakin kuketahui
betama mulianya dirimu. Berbuat baik, berbakti kepada dirimu adalah
bagian dari taatnya diriku terhadap perintah Tuhanku.
Sayangnya diriku kepadamu, akan bisa membuat Tuhanku juga saying kepadaku.
Marah dan bencinya diriku kepadamu, akan membuat Tuhanku pun marah dan benci kepadaku.
Di
usiaku saat ini, rasa cinta itu memang bergejolak. Aku begitu ingin
menguangkapkannya keseseorang yang kukagumi. Sangat-sangat ingin aku
mengungkapkan sayangku untuknya. Tapi alangkah durhakanya diriku ,
sungguh bodohnya diriku ketika ternyataaku telah mengungkapkan cinta dan
syangku ke orang yang kukagumi itu dan aku belum belum pernah
mengatakan cinta dan sayangku untukmu, Ibu. Ternyata, stelah puluhan
tahun aku hidup di dunia ini , yang engkau pun menjadi salah satu sebab
aku bisa bertahan hidup hinga saat ini, aku belum belum pernah
mengungkapkan cinta dan sayangku untukmu. Maafkan aku, Ibu dan sekarang
terimalah ungkapan cinta dan sayangku ini….
Aku saying Ibuuuuuuuuuuuu…………….
Sahabat, jikalau diriku boleh memintamu,
maka aku minta, engkau sekarang juga ungkapkanlah rasa cinta dan
sayangmu untuk Ibu, sebelumn semuanya terlambat, sebelum semuanya
berakhir, sebelum senyum damai itu tak bisa lagi kita rasaakan, sebelum
pelukan hangat itu tidak bisa kita rasakan lagi, sebelum binary mata itu
tidak terpancarkan lagi. Ungkapkan, katakana, rasa cinta dan sayangmu
untuk Ibu……
Sahabat, memang sudah sifatnya, yang masih
muda belia akan memandang orang yang lebih tua berpikiran kuno, koloy,
ketinggalan jaman dan lain-lain. Dan akhirnya akan memandang orang yang
lebih tua dengan sebelah mata.
Untuk sang pemilik mata yang berbinar Untukku,
Terhadapmu
kadang aku pernah berfikir, seperti itu. Tapi, sekarang ini ketika
kucoba menghadirkan bayang wajahmu sudah banyak kerutan yang muncul
disana, tidak Nampak lagi rona kesegaran, tapi tetap bisa kurasakan
kedamaian. Semoga Allah mengizinkan diriku untuk tetap menemanimu di
saat engkau telah berusia lanjut, yang mungkin saat usia itu, engkau
akan bertingkah laku seperti diriku masih kecil. Terbayang , diriku dulu
yang kemana-mana harus engkau antarkan, dengan lembut engkau tuntun
diriku. Ketika aku baru belajar berjalan, dengan senyuman engkau terus
memberiku semangat untuk bisa berjalan menuju dirimu. “ Ayo Nak, jalan
terus Nak, sini…sini…kejar Ibu, engkau Pasti Bisa!!!”.
Betapa
seringnya aku dulu membuang kotoran di pangkuanmu, tapi dahsyatmu
dirimu, engkau tidak pernah membentakku saat itu, engkau tidak pernah
marah sama sekali. Justru engkau tersenyum dan dengan mata berbinar,
dengan penuh sabar merawatku. Semoga suatu saat nanti, aku bisa sesabar
dirimu, aku bisa dengan lembut menuntunmu, dengan sabar merawatmu dan
itupun tidak akan pernah sanggup membalas kelembutan dan kesabaran
darimu…Ibu.
Dan rendahkanlah dirimu terhadap
mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkan : “Wahai Tuhanku,
kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku
waktu kecil”. (Al Isra’:24)
Untuk pemilik mata yang berbinar untukku,
Teringat
jelas, dikala itu engkau benar-benar merendahkan dirimu di hadapanku.
Engkau menundukkan diriku di kursi, kemudian engkau berlutut di depanku
dan memakaikan sepatu. Setelah itu, engkau merapikan dasi merahku,
kemudian dengan lembut tanganmu menyentuh pipiku…
Engkau
berucap, “brlajar yang rajin ya Nak…”…sungguh kenangan yang indah
darimu, sanggupkah kelak aku berlutut di hadapanmu, mungkin untuk
sekedar membasuh kakimu? Sanggupkahku untuk terus menundukkan diriku
untuk mengecup tanganmu yang tidak lagi halus itu?
Untuk sang pemilik mata yang berbinar untukku,
Malam
itu, kulihat secercah cahaya. Dengan kain putih itu, engkau tertunduk,
bersujud begitu lama. Sejenak kemudian, engkau menengadahkan tangan,
kulihat begitu khusyuk. Itulah yang saat ini belum sanggup kulakukan.
Malam-malaamku kuhabiskan untuk tertidur pulas . sujudku pun hanya
sejenak-sejenak. Doaku pun hanya sebaris-sebaris. Aku yakin, dalam doamu
pasti tersebut namaku, bahkan sangat mungkin, doamu untukku jauh lebih
banyak dari pada doaku untuk diriku sendiri. Astagfirullahal’adzim…
Untuk sang pemilik mata yang berbinar untukku,
Kini
aku ingin berbuat terbaik sebagai wujud baktiku kepadamu, sekarang
juga! Semoga aku bisa berkata selembut perkataanmu kepadaku. Semoga aku
bisa bertindak, berperilaku semenyenangkan dirimu. Semoga aku bisa patuh
dan taat kepadamu, seperti patuhnya engkau saat aku meminta ini dan itu
kepadamu. Dan semoga, aku pun tetap bisa berbuat yang terbaik ketika
allah menhendaki engkau kembali kepada-Nya. Akan tetap kukenang damai
senyummu, hangat pelukmu, binar indah matamu serta setiap baris doa dan
nasehatmu untukku.
Bagi dirimu, sahabatku……
Aku
yakin engkau juga memiliki sosok yang matanya selalu berbinar indah
itu. Maka sejenak, pejamkan matamu, atur nafasmu, perlahan…hadirkan
…bayangkan dia di dekatmu saat ini. Lengkap dengan senyum damainya dan
binar indah matanya. Perhatikan setiap kerut di wajah ibu…
Yakinlah, disetiap kerut itu mewakili kesabaran, keteguhan, cinta dan kasih sayangnya untukmu. Dan katakan, Aku Sayang Ibu……
Lalu berdoalah kepada Allah,
“
Ya Allah, kasihilah Ibuku dan Ayahku, sebagaimana mereka berdua telah
mendidik aku waktu kecil, berkahilah hidup mereka dan izinkan aku untuk
kembali bertemu dengan ayah ibuku, kelak di Surga-Mu”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar