Oleh : DaNz
BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang Masalah
Penyebaran
agama islam di Indonesia
sampai sekarang masih cukup menjadi polemik di masyarakat, dimana penyebarannya
atau Islamisasi di Indonesia sangat komplek jalurnya. Sebenarnya proses
Islamisasi di Indonesia itu seperti apa bentuknya dan bagaimana caranya.
Mengenai
waktu atau kapan persisnya islam masuk indonesia masih belum cukup
diketahui oleh publik atau khalayak terutama bagi masyarakat Indonesia
sendiri. Warga negara Indonesia
mayoritas adalah penduduk muslim yang mana menempati urutan atas negara yang
penduduknya beragama muslim. Sebagaimana mestinya, kita harus tau latar
belakang dan bagaimana Islam itu bisa sampai di negeri kita.
Di
dalam makalah ini kita mencoba untuk membahas secara lebih rinci mengenai Saluran
Islamisasi di Indonesia yang mana dibagi menjadi beberapa babak.
- Perumusan Masalah
1) Bagaimana
awal masuknya Islam ke Indonesia?
2)
Di
bawa oleh siapakan Islam sampai di Indonesia?
3)
Bagaimanakah
Islamisasi di Indonesia?
- Tujuan Penulisan
1) Mendiskripsikan
secara lebih rinci bagaimana awal masuk islam ke Indonesia.
2) Menjelaskan
dan menyebutkan pembawa islam hingga sampai di Indonesia.
3)
Mendiskripsikan
secara lebih rinci proses Islamisasi di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
Begitu banyak saluran-saluran yang menjadi jalan
Islamisasi di Indonesia yang mana pada garis besarnya dapat dibagi menjadi dua
Islamisasi, yaitu Islamisasi Intern dan Islamisasi Ekstern. Walaupun pada
awalnya penyebarab islam berasal dari luar tetapi pada akhirnya dikembangkan
lagi di Indonesia sendiri.
Adapun
Saluran-saluran Islamisasi Di Indonesia dapat dibedakan nenjadi beberapa babak
atau periode, antara lain :
1.Babak pertama, abad 7 masehi
(abad 1 hijriah).
a)
Melalui
saluran dakwah oleh Para Da’I dari luar indonesia.
Pada abad 7 masehi, Islam sudah sampai ke Nusantara.
Para Da’i yang datang ke Indonesia berasal dari jazirah Arab yang sudah
beradaptasi dengan bangsa India yakni bangsa Gujarat dan ada juga yang telah
beradptasi dengan bangsa Cina, dari berbagai arah yakni dari jalur sutera
(jalur perdagangan) da’wah mulai merambah di pesisir-pesisir Nusantara.
Pedagang-pedagang, mubaliq-mubaliq, orang-orang yang
dianggap wali, ahli-ahli tasawuf, guru-guru agama, haji-haji, adalah oran-orang
yang dianggap sebagai golongan yang membawa dan menyebarkan Islam di Nusantara.
Dalam pelaksanaannya golongan-golongan tersebut menggunakan beberapa saluran
pengIslaman kepada masyarakat Nusantara.
Pada awalnya saluran Islamisasi dilakukan lewat jalur
perdagangan. Hal itu sejalan dengan lalulntas perdagangan di Nusantara
pertengahan abad ke-7 hingga abad ke-16 masehi. Pada saat itu pedagang-pedagang
muslim dari Arab, Persia, India turut serta dalam perdagangan dengan
pedagang-pedagang dari negeri-negeri bagian barat, tenggara, dan timur benua
Asia. Penggunaan perdagangan sebagai saluran Islamisasi sangat menguntungkan
karena bagi kaum muslim tidak ada pemisahan antara kegiatan berdagang dengan
kegiatan dakwah Islam kepada pihak-pihak lain. Pola perdagangan pada abad-abad
sebelum dan ketika Islam datang sangat menguntungkan karena golongan raja dan
bangsawan umumnya turut serta dalam kegiatan perdagangan, bahkan mereka menjadi
pemilik kapal dan modal.
Proses-proses Islamisasi melalui jalan perdagangan
dipercepat oleh situasi dan kondisi politik beberapa kerajaan di mana
adipati-adipati pesisir berusaha melepaskan diri dari kekuasaan pusat kerajaan
yang sedang mengalami kekacauan dan perpecahan, hal tersebut sesuai catatan
perjalanan Tome Pires. Pedagang-pedagang muslim juga melakukan perkawinan
dengan wanita-wanita lokal, tentu saja mereka kemudian menganut Islam pul
b) Melalui
Perdagangan oleh para Pedagang dan Pelaut.
Sejak awal Islam tidak pernah membeda-bedakan fungsi
seseorang untuk berperan sebagai da’i (juru da’wah). Kewajiban berda’wah dalam
Islam bukan hanya kasta (golongan) tertentu saja tetapi bagi setiap masyarakat
dalam Islam. Sedangkan diagama lain hanya golongan tertentu yang mempunyai
otoritas menyebarkan agama yaitu pendeta. Sesuai ungkapan Imam Syahid Hasan
Albana “ Nahnu duat qabla kulla sai “ artinya kami adalah da’i sebelum
profesi-profesi lainnya. Sampainya da’wah di Indonesia melalui para
pelaut-pelaut atau pedagang-pedagang sambil membawa dagangannya juga membawa
akhlak Islami sekaligus memperkenalkan nilai-nilai yang Islami. Masyarakat
ketika berbenalan dengan Islam terbuka pikirannya, dimulyakan sebagai manusia
dan ini yang membedakan masuknya agama lain sesudah maupun sebelum datangnya
Islam. Sebagai contoh masuknya agama Kristen ke Indonesia ini berbarengan
dengan Gold (emas atau kekayaan) dan glory (kejayaan atau kekuasaan) selain
Gospel yang merupakan motif penyebaran agama berbarengan dengan penjajahan dan
kekuasaan. Sedangkan Islam dengan cara yang damai.
Begitulah Islam pertama-tama disebarkan di Nusantara,
dari komunitas-komunitas muslim yang berada di daerah-daerah pesisir berkembang
menjadi kota-kota pelabuhan dan perdagangan dan terus berkembang sampai
akhirnya menjadi kerajaan-kerajaan Islam dari mulai Aceh sampai Ternata dan
Tidore yang merupakan pusat kerajaan Indonesia bagian Timur yang wilayahnya
sampai ke Irian jaya.
2.
Babak kedua, abad 13 masehi.
Di abad 13 Masehi berdirilah kerajaan-kerajaan Islam
diberbagai penjuru di Nusantara. Yang merupakan moment kebangkitan kekuatan
politik umat khususnya didaerah Jawa ketika kerajaan Majapahit berangsur-angsur
turun kewibawaannya karena konflik internal. Hal ini dimanfaatkan oleh Sunan
Kalijaga yang membina diwilayah tersebut bersama Raden Fatah yang merupaka
keturunan raja-raja Majapahit untuk mendirikan kerajaan Islam pertama di pulau
Jawa yaitu kerajaan Demak. Bersamaan dengan itu mulai bermunculan pula
kerajaan-kerajaan Islam yang lainnya, walaupun masih bersifat lokal.
Pada abad 13 Masehi ada fenoma yang disebut dengan Wali
Songo yaitu ulama-ulama yang menyebarkan da’wah di Indonesia. Wali Songo
mengembangkan da’wah atau melakukan proses Islamisasinya melalui
saluran-saluran:
a) Perdagangan
Islamisasi melalui perdagangan terjadi pada tahap
awal, yaitu sejalan dengan ramianya lalu lintas perdagangan antara abad ke-7
sampai abad ke-16. Pada tahap berikutnya makin banyaklah pedagang muslim yang
datang ke Indonesia
yang kemudian membentuk tempat-tempat pemukiman yang disebut Pakojan.
b) Pernikahan
Karena pedagang asing yang datang ke Indonesia
banyak yang tidak mempunyai istri, maka mereka kebanyakan memilih menikah
dengan wanita pribumi. Dengan melalui perkawinan ini lingkungan mereka pun
bertambah luas sehingga muncul perkampungan, daerah-daerah, dan Kerajaan Islam.
Pengaruh Islam juga bertambah besar apabila perkawinan itu terjadi antara para
bangsawan, misalnya antara putri Campa dengan Prabu Brawijaya atau Sunan Ampel
dengan Nyi Gede Manila.
c) Pendidikan
(pesantren)
Pesantren merupakan lembaga pendidikan yang asli
dari akar budaya indonesia,
dan juga adopsi dan adaptasi hasanah kebudayaan pra Islam yang tidak keluar
dari nilai-nilai Islam yang dapat dimanfaatkan dalam penyebaran Islam. Ini
membuktikan Islam sangat menghargai budaya setempat selama tidak bertentangan
dengan nilai-niliai Islam.
Dengan melalui pendidikan ini proses Islamisasi
dilakukan oleh pesantren-pesantren, semakin terkenal kyai yang mengajar, maka
semakin terkenal pula pesantrennya dan pengaruhnya terhadap masyarakat.
Dalam pesantren maupun pondok yang dselenggarakan
oleh guru-guru agama, kiai-kiai atau ulama-ulama. Pesantren atau pondok
merupakan lembaga yang penting dalam penyebaran agama Islam. Pembnaan
calon-calon guru agama, kiai-kiai, dan atau ulama-ulama dilakukan di pesantren
atau juga di pondok. Setelah keluar
dari pesantren mereka akan kembali ke daerahnya masing-masing. Di tempat-tempat
asalnya mereka akan menjaadi tokoh agama yang mengajarkan Islam bagi masyarakat
disekitarnya.
Pada masa
pertumbuhan Islam dikenal Pesantren Ampel Denta milik Sunan Ampel (Raden
Rahmat), juga Pesantren Sunan Giri yang muridnya kebanyakan datang dari Maluku
dan daerah-daerah lain. Selain itu juga biasanya para bangsawan atau raja
mendatangkan Kyai sebagai penasihat agamanya.
d) Seni
dan budaya
Saat itu media tontonan yang sangat terkenal pada
masyarakat jawa kkhususnya yaitu wayang. Wali Songo menggunakan wayang sebagai
media da’wah dengan sebelumnya mewarnai wayang tersebut dengan nilai-nilai
Islam. Yang menjadi ciri pengaruh Islam dalam pewayangan diajarkannya
egaliterialisme yaitu kesamaan derajat manusia dihadapan Allah dengan
dimasukannya tokoh-tokoh punakawam seperti Semar, Gareng, Petruk dan Bagong.
Para Wali juga menggubah lagu-lagu tradisional
(daerah) dalam langgam Islami, ini berarti nasyid sudah ada diIndonesia ini
sejak jaman para wali. Dalam upacara-upacara adat juga diberikan nilai-nilai
Islam
Saluran dan cara Islamisasi yang lain juga dapat
melalui kesenian seperti seni bagunan, seni tari, seni pahat atau seni ukir,
seni musik, dan seni sastra. Hasil-haasil pertumbuhan dan perkembangan Islam di
Indonesia antara lain mesjid-mesjid kuno Demak, Sendang Dhuwur Agung Kasepuhan
di Cirebon, mesjid Agung Banten, Baiturra Beberapa mesjid kuno
seni bangunannya mirip candi, menyerupai bangunan meru pada jaman
Indonesia-Hindu. Ukiran-ukiran seperti mimbar, hiasan lengkung pola kalamakara,
mimbar dan mustaka mengingatkan pada perlambangan meru. Beberapa ukiran pada
mesjid kuno diambil dari dunia tumbuh-tumbuhan dan hewan yang diberi corak
tertentu dan mengingatkan kepada pola-pola ukiran yang telah dikenal pada candi
Pranbanan dan beberapa candi lainnya.
Selai itu, pada pintu gerbang, baik di keraton-keraton
maupun di makam orang-orang yang dianggap keramat yang berbentuk candi bentar,
kori Agung, jelas menunjukkkan corak pintu gerbang yang dikenal sebelum Islam.
Demikian pula nisan-nisan kubur di daerah Troloyo, Tuban, Madura, Demak, Kudus,
Cirebon,
Banten, menunjukkan unsur-unsur seni ukir dan perlambangan pra-Islam. Di
Sulawesi, Kalimantan, dan Sumatra
terdapat beberapa nisan kubur yang lebih menunjukkan unsur seni Indonesia
pra-Hindu dan pra-Islam.
Saluran dan cara
Islamisasi melalui seni bangunan dan seni ukir sesuai pula dengan saluran dan
cara melalui seni tari, seni musik, sastra dan yang lainnya. Dalam
upacara-upacara keagamaan, seperti Maulid Nabi sering dipertunjukkan seni tari
dan atau musik tradisional, misalnya gamelan yang disebut sekaten yang terdapat
di keraton Cirebon dan Yogyakarta dibunyikan pada perayaan Grebeg Maulud.
Diantara seni yang terkenal sebagai saluran Islamisasi yaitu wayang. Menurut
cerita, Sunan Kalijaga adalah tokoh yang paling mahir dalam mementaskan wayang.
Sunan Kalijaga tidak pernah meminta upah saat pertunjukan wayang namun beliau
Cuma meminta penonton untuk ikut mengucapkan kalimat syahadat. Sebagian besar
cerita wayang masih dipetik dari Mahabarata dan Ramayana, namun sedikit demi
sedikit nama tokohnya diganti dengan pahlawan Islam. Nama panah Kalimasada,
suatu senjata paling ampuh, dalam lakon wayang dihubungkan dengan kalimat
syahadat, ucapan yang berisi pengakuan kepada Allah dan Nabi Muhammad. Kalimat
syahadat merupakan tiang utama dari lima rukun Islam.
Islamisasi melalui
satra juga dilakukan secara sedikit demi sedikit seperti terbuki dalam
naskah-naskah lama masa peralihan kepercayaan yang ditulis dalam bahasa dan
huruf daerah, misalnya primbon-primbon abad ke-16 yang antara lai disusun oleh
Sunan Bonang
e) Tasawwuf
Kenyatan sejarah bahwa ada tarikat-tarikat di
Indonesia yang menjadi jaringan penyebaran agama Islam. Proses
Islamisasi yang tidak kalah pentingnya adalah tasawuf, yang berfungsi sebagai
pembentuk kehidupan sosial bangsa Indonesia, dengan melalui tasawuf
memudahkan islam masuk ke orang-orang yang telah mempunyai dasar ke-Tuhanan.
Gambaran tentang tasawuf ini banyak di jumpai dalam babada dan hikayat.
Beberapa tokoh tasawuf adalah Hamzah
Fansuri, Syamsudin, Nurudin Ar-Raniri, dll.
3.
Babak ketiga, masa penjajahan Belanda.
a). Melalui Peperangan
Pada abad 17 masehi tepatnya tahun 1601 datanglah
kerajaan Hindia Belanda kedaerah Nusantara yang awalnya hanya berdagang tetapi
akhirnya menjajah. Belanda datang ke Indonesia dengan kamar dagangnya yakni
VOC, semejak itu hampir seluruh wilayah nusantara dijajah oleh Hindia Belanda
kecuali Aceh. Saat itu antar
kerajaan-kerajaan Islam di nusantara belum sempat membentuk aliansi atau kerja
sama. Hal ini yang menyebabkan proses penyebaran da’wah terpotong.
Dengan sumuliayatul ( kesempurnaan) Islam yang tidak ada
pemisahan antara aspek-aspek kehidupan tertentu dengan yang lainnya,ini telah
diterapkan oleh para Ulama saat itu. Ketika penjajahan datang, mengubah pesantren-pesantren
menjadi markas-markas perjuangan, santri-santri (peserta didik pesantren)
menjadi jundullah (pasukan Allah) yang siap melawan penjajah sedangkan ulamanya
menjadi panglima perangnya. Hampir seluruh wilayah di Indonesia yang melakukan
perlawanan terhadap penjajah adalah kaum muslimin beserta ulamanya.
b). Melalui Saluran Hubungan
diplomatik.
Potensi-potensi tumbuh dan berkembang diabad 13 menjadi
kekuatan perlawanan terhadap penjajah. Ini dapat dibuktikan dengan adanya
hikayat-hikayat pada masa kerajaan-kerajaan Islam yang syair-syairnya berisikan
perjuangan. Ulama-ulama menggelorakan Jihad melawan kaum kafir yaitu penjajah
Belanda. Belanda mengalami kewalahan yang akhirnya
menggunakan strategi-strategi:
v Politik
devide et impera, yang pada kenyataannya memecahbelah atau mengadu domba antara
kekuatan Ulama dengan adat contohnya perang Padri di Sumatera Barat dan perang
Diponegoro di Jawa.
v Mendatangkan
Prof. Dr. Snouk Cristian Hourgonye alias Abdul Gafar seorang Guru Besar
keIndonesiaan di Universitas Hindia Belanda juga seorang orientalis yang pernah
mempelajari Islam di Mekkah, dia berpendapat agar pemerintahan Belanda
membiarkan umat Islam hanya melakukan ibadah mahdhoh (khusus) dan dilarang
berbicara atau sampai melakukan politik praktis. Gagasan tersebut dijalani oleh
pemerintahan Belanda dan salah satunya adalah pembatasan terhadap kaum muslimin
yang akan melakukan ibadah Haji karena pada saat itulah terjadi pematangan
pejuangan terhadap penjajahan.
4. Babak keempat, abad 20 masehi.
Melalui Ormas ( Organisasi
masyarakat ).
Awal
abad 20 masehi, penjajah Belanda mulai melakukan politik etik atau politik
balas budi yang sebenarnya adalah hanya membuat lapisan masyarakat yang dapat
membantu mereka dalam pemerintahannya di Indonesia. Politik balas budi
memberikan pendidikan dan pekerjaan kepada bangsa Indonesia khususnya umat Islam
tetapi sebenarnya tujuannya untuk mensosialkan ilmu-ilmu barat yang jauh dari
Al Qur’an dan hadist dan akan dijadikannya boneka-boneka penjajah. Selain itu
juga mempersiapkan untuk lapisan birokrasi yang tidak mungkin pegang oleh lagi
oleh orang-orang Belanda. Yang mendapat pendidikanpun tidak seluruh masyarakat
melainkan hanya golongan Priyayi (bangsawan), karena itu yang
pemimpin-pemimpin pergerakan adalah berasalkan dari golongan bangsawan.
Strategi
perlawanan terhadap penjajah pada masa ini lebih kepada bersifat organisasi
formal daripada dengan senjata. Berdirilah organisasi Serikat Islam merupakan
organisasi pergerakan nasional yang pertama di Indonesia pada tahun 1905 yang
mempunyai anggota dari kaum rakyat jelata sampai priyayi dan meliputi wilayah
yang luas. Tahun 1908 berdirilah Budi Utomo yang bersifat masih bersifat
kedaerahan yaitu Jawa, karena itu Serikat Islam dapat disebut organisasi
pergerakan Nasional pertama daripada Budi Utomo.
Tokoh
Serikat Islam yang terkenal yaitu HOS Tjokroaminoto yang memimpin organisasi
tersebut pada usia 25 tahun, seorang kaum priyayi yang karena memegang teguh
Islam maka diusir sehingga hanya menjadi rakyat biasa. Ia bekerja sebagai buruh
pabrik gula. Ia adalah seorang inspirator utama bagi pergerakan Nasional di
Indonesia. Serikat Islam dibawah pimpinannya menjadi suatu kekuatan yang di
perhitungkan Belanda. Tokoh-tokoh Serikat Islam lainnya ialah H. Agus Salim dan
Abdul Muis, yang membina para pemuda yang tergabung dalam Young Islamitend
Bound yang bersifat nasional, yang berkembang sampai pada sumpah pemuda tahun
1928.
Da’wah
Islam di Indonesia terus berkembang dalam institusi-institusi seperti lahirnya
Nadhatul Ulama, Muhammadiyah, Persis dll. Lembaga-lembaga ke-Islaman tersebut
tergabung dalam MIAI (Majelis Islam ‘Ala Indonesia) yang kemudian berubah
namanya menjadi MASYUMI (Majelis Syura Muslimin Indonesia) yang anggotanya
adalah para pimpinan institusi-institusi ke-Islaman tersebut.
Dimasa
pendudukan Jepang, dilakukan strategi untuk memecahbelah kesatuan kekuatan umat
oleh pemerintahan Jepang dengan membentuk kementrian Sumubu (Departemen Agama).
Jepang meneruskan strategi yang dilakukan Belanda terhadap umat Islam. Ada seorang Jepang yang
faham dengan Islam yaitu Kolonel Huri,
ia memotong koordinasi
ulama-ulama dipusat dengan didaerah, sehingga ulama-ulama didesa yang kurang
informasi dan akibatnya membuat umat dapat terbodohi.
Pemerintahan
pendudukan Jepang memberikan fasilitas untuk kemerdekaan Indonesia dengan
membentuk BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia)
dan dilanjuti dengan PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) dan lebih
mengerucut lagi menjadi Panitia Sembilan, Panitia ini yang merumuskan Piagam
Jakarta tanggal 22 Juni 1945. Piagram Jakarta merupakan konsensus tertinggi
untuk menggambarkan adanya keragaman Bangsa Indonesia yang mencari suatu
rumusan untuk hidup bersama.Tetapi ada kalimat yang kontropersi dalam piagam
ini yaitu penghapusan “7 kata “ lengkapnya kewajiban menjalankan syariat Islam
bagi para pemeluk-pemeluknya yang terletak pada alinea keempat setelah kalimat
Negara berdasarkan kepada Ketuhan Yang Maha Esa.
5.
Babak Kelima, abad 20&21
Melalui
Saluran Globalisasi.
Pada babak ini proses da’wah (Islamisasi) di Indonesia
mempunyai ciri terjadinya globalisasi informasi dengan pengaruh-pengaruh
gerakan Islam internasional secara efektif yang akan membangun kekuatan Islam
lebih utuh yang meliputi segala dimensinya. Sebenarnya kalau saja Indonesia
tidak terjajah maka proses Islamisasi di Indonesia akan berlangsung dengan
damai karena bersifat kultural dan membangun kekuatan secara struktural. Hal
ini karena awalnya masuknya Islam yang secara manusiawi, dapat membangun
martabat masyarakat yang sebagian besar kaum sudra (kelompok struktur
masyarakat terendah pada masa kerajaan) dan membangun ekonomi masyarakat.
Sejarah membuktikan bahwa kota-kota pelabuhan (pusat perdagangan) yang
merupakan kota-kota yang perekonomiannya berkembang baik adalah kota-kota
muslim.
Dengan kata lain Islam di Indonesia bila tidak terjadi
penjajahan akan merupakan wilayah Islam yang terbesar dan terkuat. Walaupun
demikian Allah mentakdirkan di Indonesia merupakan jumlah peduduk muslim
terbesar didunia, tetapi masih menjadi tanda tanya besar apakah kualitasnya
sebanding dengan kuantitasnya.
BAB III
KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari berbagai
masalah mengenai Saluran Islamisasi di Indonesia yang sudah dibahas diatas,
antara lain sebagai berikut :
- Babak pertama, abad 7 masehi (abad 1 hijriah).
a) Melalui
saluran dakwah oleh Para Da’I dari luar indonesia.
b)
Melalui
Perdagangan oleh para Pedagang dan Pelaut.
- Babak kedua, abad 13 masehi.
Disebarkan oleh para
wali yang terkenal dengan sebutan Wali
Songo, melelui :
a) Perdagangan
b) Pernikahan
c) Pendidikan
(pesantren)
d) Seni
dan budaya
e) Tasawwuf
- Babak ketiga, masa penjajahan Belanda.
a). Melelui Peperangan
b). Melalui Saluran Hubungan diplomatik.
- Babak keempat, abad 20 masehi.
Melalui Ormas ( Organisasi masyarakat ) Lembaga Masyarakat.
- Babak Kelima, abad 20&21
Melalui Saluran
Globalisasi.
DAFTAR
PUSTAKA
Muljana,
Prof.Dr. Slamet. 2005. Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya
Ambary, Prof.Dr. Hasan Muarif. 1998. “Menemukan Peradaban
Jejak Arkeologis Dan Historis Islam Indonesia”. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
Montan, Suwedi. 1994. “Perbedaan Pendapat Di Sekitar
Kedatangan Agama Islam Di
Indonesia”. Puslit
Arkernas: Berkala Arkeologi Edisi Khusus.
Poesponegoro, Marwati Djoenoed dkk. 1993. “Sejarah Nasional
Indonesia III”. Jakarta:Balai Pustaka.
Stokhof, W.A.L. dkk. 1990. “Beberapa Kajian Indonesia dan
Islam”. Jakarta: INIS
http://arghainc.wordpress.com/2008/10/23/sejarah-islam-indonesia.diakses pada tanggal 02 Oktober 2010.
http://danusasmito.blogspot.com/2010/02/awal-mula-penyebaran-islam-di-indonesia.
Diakses pada tanggal 02
Oktober 2010.
lengkap sekali mas, makasih ya buat post nya. ^^
BalasHapus